Pembukuan Sebagai Syarat Manajemen Pajak



Jember, 08 November 2018

PEMBUKUAN SEBAGAI SYARAT MANAJAMEN PAJAK
Tugas Mata Kuliah Manajemen Perpajakan

Dosen Pengampu      : Diyah Probowulan
Disusun                      : Fian Handayani
                                     Putri Indah Sari
                                     Meta Dwi Jayanti

PRODI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER ANGKATAN 2016

A.    PENGERTIAN PEMBUKUAN
Pembukuan adalah pencatatan transaksi keuangan. Transaksi meliputi penjualan, pembelian, pendapatan, dan pengeluaran oleh perseorangan maupun organisasi. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi. Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan. Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan, kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap proses yang melibatkan pencatatan transaksi keuangan adalah proses pembukuan.
Seorang ahli pembukuan, juga dikenal sebagai pencatat akuntansi atau teknisi Mesin, ialah seseorang yang mencatat transaksi harian suatu organisasi.[1] Seorang ahli pembukuan biasanya bertanggung jawab untuk menuliskan "buku harian". Buku harian yang dimaksud berisikan pembelian, penjualan, penerimaan, dan pengeluaran. Ahli pembukuan bertanggung jawab untuk memastikan semua transaksi sungguh-sungguh telah tercatat di dalam buku harian, buku besar pemasok, buku besar konsumen, dan buku besar umum. Ahli pembukuan memindahkan buku-buku itu ke tingkatan neraca saldo. Seorang ahli pembukuan menyiapkan rekening pendapatan dan lembaran neraca menggunakan neraca saldo dan buku-buku besar yang sudah disiapkan oleh ahli pembukuan.

B.    SYARAT PEMBUKUAN YANG BAIK
Adapun syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan adalah sebagai berikut:

  1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan     usaha yang sebenarnya.
  2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 
  3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stesel akrual atau stelsel kas. 
  4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diseleggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 
  5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. 
  6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 
  7. Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak disimpan selama 10 tahun.


C.    TEKHNIS PENYUSUNAN PEMBUKUAN
1.     Mengumpulkan dan Menganalisa Data Transaksi
Proses pembukuan dimulai dari proses pengumpulan data transaksi keuangan dalam bentuk bukti transaksi. Bukti transaksi dapat berbentuk kuitansi, surat pengakuan utang-piutang, akte, surat perjanjian, wesel, dan lain sebagainya. Dari bukti yang didapat, Anda dapat melakukan identifikasi dan analisa transaksi untuk menentukan kebenaran nilai dan status transaksi tersebut. Kelengkapan data transaksi sangat penting karena menentukan kelancaran proses berikutnya. Untuk itu, Anda perlu benar-benar teliti dalam menyimpan dan menganalisa transaksi.   
2.      Membuat Jurnal Transaksi
Setelah bukti transaksi dianalisa, proses selanjutnya adalah memasukkan nilai yang diakui ke dalam jurnal catatan transaksi. Proses ini sering disebut dengan proses pencatatan atau “menjurnal”. Proses menulis jurnal ini dapat dilakukan setiap ada transaksi baru atau dilakukan sekaligus setelah transaksi selama 1 hari terkumpul. Namun lebih disarankan untuk menulis jurnal setiap ada transaksi. Hal ini untuk menghindari terjadinya “miss posting”. Buku-buku yang menampung catatan transaksi ini sering disebut dengan buku jurnal. Di dalam jurnal transaksi sendiri, minimal harus ada beberapa kolom informasi seperti tanggal, nomor bukti, akun transaksi, keterangan, debit, kredit, dan saldo.
Di era komputerisasi sekarang ini, proses menjurnal tidak lagi dilakukan dengan mencatat di buku, melainkan dimasukkan ke dalam sistem atau software akuntansi. Banyak software akuntansi yang tersedia saat ini, salah satunya adalah Jurnal. Jurnal merupakan software akuntansi online yang dapat membantu proses pembukuan keuangan dengan lebih mudah dan cepat. Seluruh data keuangan akan disajikan secara instan dalam pembukuan yang sistematis dan terperinci.
3.      Memindahkan Jurnal  Transaksi ke Buku Besar
Pada proses penulisan jurnal, tidak ada pengelompokan jenis transaksi. Melainkan semua transaksi yang terjadi dicatat sekaligus dalam 1 jurnal. Apakah itu transaksi kas, piutang, utang, atau pembayaran. Pada langkah berikutnya, catatan transaksi tersebut baru dipindahkan ke dalam kelompok akun sesuai dengan jenis transaksinya. Kelompok-kelompok akun inilah yang disebut buku besar. Di dalam buku besar, satu jenis transaksi berkumpul menjadi satu kelompok. Misalnya akun aset tetap terdiri dari transaksi yang berupa aset tetap saja atau akun kas yang hanya terdiri dari transaksi yang berupa kas. Di dalam buku besar inilah, kita dapat melihat transaksi dengan lebih terstruktur. Di akhir proses ini, kumpulan nilai-nilai transaksi untuk membentuk nilai akhir yang disebut dengan saldo akhir. Saldo akhir bisa berupa saldo debit atau saldo kredit sesuai dengan jenis akunnya.
4.      Membuat Neraca Percobaan
Membuat neraca percobaan biasanya dilakukan setiap menjelang penutupan buku. Proses membuat neraca percobaan (trial balance) dimaksudkan untuk memastikan bahwa nilai jenis akun bersaldo debit sama dengan jenis akun bersaldo kredit (balance). Atau secara keseluruhan, jumlah nilai transaksi debit sama dengan transaksi kredit. Ini berarti, saldo-saldo akhir akun bersaldo debit dijumlahkan, dan saldo-saldo akun bersaldo kredit juga dijumlahkan, lalu dibandingkan. Jika nilainya sama berarti balance (sudah benar). Lalu bagaimana jika tidak seimbang? Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan neraca tidak seimbang yaitu adanya transaksi yang belum dicatat atau adanya transaksi yang salah perhitungan atau salah catat.

5.      Membuat Laporan Keuangan
Setelah keseimbangan tercapai, baru kemudian laporan keuangan bisa disusun. Laporan keuangan adalah salah satu hal penting dalam proses akuntansi. Laporan ini terdiri dari empat jenis laporan, yaitu
1.  Laporan Laba Rugi: laporan ini berisi laba atau rugi bersih perusahaan dalam suatu periode.
2.   Laporan Perubahan Ekuitas:  Laporan ini menunjukkan perubahan modal pemilik dalam suatu periode.
3.   Laporan Posisi Keuangan : Laporan ini berisi tentang posisi keuangan perusahaan pada pos-pos aset, modal, dan kewajiban.
4.     Catatan Atas Laporan Keuangan
5.   Laporan Arus Kas: Laporan yang berisi informasi aliran keluar masuk kas dalam suatu periode.


D.    PEMBUKUAN PERSPEKTIF PAJAK
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang diakhiri dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak (Pasal 1 ayat [29] dan Pasal 4 ayat [4] UU KUP). Neraca dan laporan laba-rugi yang disajikan oleh WP wajib dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan setiap tahun pajak berakhir (Agoes dan Estralita, 2009)
Ketentuan pembukuan sebagaimana diatur di dalam UU KUPdinyatakan bahwa pada prinsipnya semua WP wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali WP tertentu yang menurut undang-undang perpajakan diperkenankan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, tetapi harus menyelenggarakan pencatatan (Pasal 14 ayat [2] UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan). Kewajiban pencatatan tersebut diatur lebih lanjut dalam SE-1/PJ.04/2009 yang mulai berlaku 1 Januari 2009.
Pasal 28 Ayat (1) UU KUP mewajibkan kepada WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Jadi, pada prinsipnya semua WP wajib pembukuan.
Menurut Bwoga, et. al. (2005) pembukuan yang diselenggarakan WP dengan ketentuannya haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.     Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing atau satuan mata uang selain rupiah, yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
2.     Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan WP.
3.     Pembukuan harus dilakukan secara teratur dan diselenggarakan dengan prinsip taat asas.
4.   Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan keabsahannya.
5.    Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan.
6.   Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan laba/rugi pada setiap akhir tahun pajak.
7.  Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, utang atau kewajiban, modal, penghasilan, biaya, penjualan, dan pembelian sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak-pajak yang terutang.

DAFTAR PUSTAKA

William, Jan R;Susan F.Haka, Mark S.Bettner, Joseph V. Carcello (2008). Fianancial & Managerial Accounting.McGraw-Hill Irwin.pp.p.26. ISBN 978-0-07-299650-0
Agoes,Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2009. Akuntansi Perpajakan, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat Bwoga, Hananto, et. al. 2005. Pemeriksaan Pajak di Indonesia, Jakarta: Grasindo
https://www.jurnal.id/id/blog/2017/cara-membuat-pembukuan-dengan-siklus-akuntansi-yang-tepat


[1] Williams, Jan R.; Susan F. Haka, Mark S. Bettner, Joseph V. Carcello (2008). Financial & Managerial Accounting. McGraw-Hill Irwin. pp. p.26. ISBN 978-0-07-299650-0.

Comments

Popular posts from this blog